Kamis, 29 Desember 2011

BAHAGIA NANTI ATAU INDAHNYA HIDUP SEKARANG


Alkisah Rio dan Ali menyambangi rumah Dika teman lama mereka. Sesampainya di sana mereka diajak berkeliling di kebun Durian yang dimiliki Dika. Mereka mengabiskan waktu dengan mengelilingi kebun durian  tersebut. Disela - sela perjalanan langkah mereka terhenti melihat sebuah durian yang jatuh dari pohonya. Ali bertanya " Dik, bolehkan saya membawa durian yang jatuh itu?? ". " boleh saja, silahkan saja. kamu boleh mengambil durian sesukamu ". Dengan senyum diwajahnya Ali bergegas mengambil durian tersebut serta mengumpulkan semua durian yang dapat diraihnya sepanjang perjalanan mengelilingi kebun. Semakin banyak durian yang Ali bawa, iapun semakin kesusahan untuk membawanya, dan Asyiknya percakapan Rio dan Dika membuat mereka tidak sadar bahwa Ali tertinggal dibelakang.

Sore menjelang, dengan kepayahan (karena membawa banyak durian) Ali alhirnya sampai di Rumah Dika. Ali terkejut meliahat kedua temanya Rio dan Dika yang sedang santai menikmati Kopi dan beberapa buah durian yang terlihat masak dan lezat. Alipun bertanya, " kalian juga mengambil durian dari kebun tadi? ". " tidak, Duiran ini sudah aku siapkan setelah kemarin kalian menelpon akan menyambangi rumahku ". Ali menjawab " kalo begitu aku juga akan mencicipi durian yang baru saya ambil ini ". Disela - sela usaha Ali membuka buah durian yang ia bawa Dika berkata " sobat, durian di kebun saya perlu waktu satu sampai dua hari setelah durian tersebut jatuh untuk bisa dinikmati, jika kau buka sekarang rasanya kurang enak dan buahnya agak keras ". Sambil menghela nafas Ali kecewa karna sudah susah payah mengumpulkan beberapa durian dari kebun, selain itu Ia pun menyesal melewatkan waktu untuk kedua teman lamanya, karena sesaat dia tiba di Rumah Dika,  ia dan Rio harus kembali ke Semarang mengingat hari sudah gelap.



Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja.
Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup.
Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya, biasanya mereka
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… “
Pemikiran ‘nanti’ itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang’.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa ‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.
Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang.

Jumat, 01 Juli 2011

catatan Si Cengeng: Kisah Orang Tua Bijak

catatan Si Cengeng: Kisah Orang Tua Bijak: "Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik..."

Kisah Orang Tua Bijak



Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin,
semua  orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik.
Bahkan raja menginginkan hartanya itu.
Kuda seperti itu belum pernah dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang  menawarkan  harga  amat  tinggi  untuk kuda jantan itu,
tetapi  orang  tua  itu  selalu  menolak: "Kuda ini bukan kuda bagi saya",
katanya: "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual
seseorang.  Ia  adalah  sahabat bukan milik.
Bagaimana kita dapat  menjual seorang sahabat?"
Orang itu miskin dan godaan besar.
Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu  pagi  ia  menemukan  bahwa  kuda itu tidak ada di kandangnya.
Seluruh  desa  datang menemuinya. "Orang tua bodoh",
mereka mengejek dia: "Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan  bahwa  kamu  akan di rampok.
Anda begitu miskin... Mana mungkin  anda  dapat  melindungi  binatang  yang  begitu  berharga? Sebaiknya  anda  menjualnya.
Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan".

Orang  tua itu menjawab: "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa
kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya
adalah  penilaian.  Apakah  saya  di  kutuk  atau tidak,
bagaimana  Anda  dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?".
Orang-orang desa itu protes: "Jangan menggambarkan kami sebagai
orang bodoh! Mungkin kami bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak
di perlukan.  Fakta  sederhana  bahwa kudamu  hilang adalah kutukan".
Orang  tua  itu  berbicara  lagi:
"Yang  saya tahu hanyalah bahwa kandang  itu  kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah  itu kutukan atau berkat,
saya tidak dapat katakan.Yang dapat kita  lihat hanyalah sepotong saja.
Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti ?"

Orang-orang  desa  tertawa.  Menurut  mereka  orang itu gila.
Mereka memang  selalu  menganggap  dia  orang  tolol;
kalau tidak, ia akan menjual  kuda  itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia  seorang  tukang potong kayu miskin,
orang tua yang memotong kayu bakar  dan  menariknya  keluar  hutan  lalu menjualnya. Uang yang ia terima  hanya  cukup  untuk  membeli  makanan,
tidak lebih. Hidupnya sengsara  sekali. Sekarang ia sudah membuktikan
bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari
ke  dalam  hutan.  Ia  tidak  hanya kembali, ia juga membawa sekitar
selusin  kuda  liar  bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul
sekeliling  tukang potong kayu itu dan mengatakan: "Orang tua, kamu benar
dan  kami  salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat.
Maafkan kami".Jawab  orang  itu:
"Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja  bahwa kuda  itu
sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik  bersama  dia,
tetapi  jangan  menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa  ini adalah berkat?
Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau  kalian  sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian  hanya  membaca  satu  halaman dari sebuah buku.
Dapatkah  kalian  menilai  seluruh  buku? Kalian hanya membaca satu kata
dari sebuah  ungkapan.  Apakah  kalian dapat mengerti seluruh ungkapan?
Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan  satu  halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong!
Jangan  katakan  itu  adalah berkat. Tidak ada yang tahu.
Saya  sudah  puas  dengan  apa  yang saya tahu.
Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu".

"Barangkali  orang  tua  itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain.
 Jadi mereka  tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka
tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar  pulang
 bersama  satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang  tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan  kuda-kuda  liar itu. Setelah beberapa hari,
ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah.
Sekali lagi orang desa berkumpul  sekitar orang  tua  itu  dan menilai.
"Kamu benar", kata mereka:  "Kamu  sudah buktikan bahwa kamu benar.
Selusin kuda itu bukan  berkat.  Mereka  adalah kutukan.
Satu-satunya puteramu patah kedua   kakinya  dan  sekarang
 dalam usia  tuamu  kamu  tidak  ada siapa-siapa  untuk  membantumu...  Sekarang kamu lebih miskin lagi.
Orang  tua itu berbicara lagi : "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk
menilai,  menghakimi.  Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya
patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan ? Tidak ada yang  tahu.
 Kita  hanya mempunyai sepotong cerita.
Hidup ini datang sepotong-sepotong".

Maka  terjadilah  dua  minggu  kemudian  negeri itu berperang dengan negeri tetangga.  Semua  anak  muda  di  desa diminta untuk menjadi tentara.
Hanya anak  si orang tua tidak diminta karena ia terluka.
Sekali  lagi  orang  berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan
 berteriak   karena  anak-anak mereka  sudah  dipanggil  untuk bertempur.
 Sedikit  sekali  kemungkinan mereka akan kembali.
 Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh.
Mereka tidak akan melihat  anak-anak  mereka  kembali.
"Kamu benar, orang tua", mereka menangis : "Tuhan tahu, kamu benar. Ini buktinya. Kecelakaan anakmu merupakan   berkat.  Kakinya  patah,
 tetapi  paling  tidak  ia ada bersamamu.
Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi: "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian.
Kalian  selalu  menarik  kesimpulan.  Tidak  ada yang tahu.
Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang,
dan anak saya  tidak.  Tidak  ada  yang tahu apakah itu berkat atau kutukan.
Tidak  ada  yang  cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu".

Moral cerita:

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian.
Kecelakaan-kecelakaan  dan  kengerian hidup ini hanya merupakan
satu halaman dari   buku  besar.  Kita  jangan  terlalu  cepat
menarik kesimpulan.  Kita  harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

”Boleh  jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi  (pula)  kamu  menyukai  sesuatu, 
padahal ia amat buruk bagimu;  Allah mengetahui,  sedang  kamu tidak mengetahui.” (QS 2: 216)”

Salam,
(Terimakasih untuk penulis cerita ini. Maaf saya tidak mendapatkan
nama Anda sehingga tidak bisa saya cantumkan di halaman ini.
Tapi cerita Anda telah menjadi inspirasi bagi saya dan banyak orang.
Semoga menjadi amal bagi Anda.”)
  

Rabu, 15 Juni 2011

catatan Si Cengeng: Adakah pemandangan di balik jendela kotor....??

catatan Si Cengeng: Adakah pemandangan di balik jendela kotor....??: "suatu ketika sepasang suami istri pindah ke sebuah perumahan yang terlihat cukup padat. di pagi hari sang istri berkata kepada Suaminya ..."

Adakah pemandangan di balik jendela kotor....??





suatu ketika sepasang suami istri pindah ke sebuah perumahan yang terlihat cukup padat. di pagi hari sang istri berkata kepada Suaminya "kok tetangga kita kurang bersih ya dalam mencuci pakaian mereka, lihatlah dari jendela kita terlihat pakaian yang dijemur di sebelah rumah kita masih terlihat kotor". dalam satu minggu sang istri sering berkata kepada suaminya bahwa cucian keluarga sebelah rumah masih terlihat kotor saat dijemur.
sampai suatu ketika mendekati minggu ke 2...,
di pagi hari sang istri terkejut dan segera memberi tahu suaminya bahwa cucian yang dijemur tetangganya sudah terlihat sangat bersih... seketika itu sang suami berkata bahwa ia pagi itu bangun pagi - pagi, kemudian ia membersihkan semua kaca jendela di rumahnya. mendengar apa yang diucapkan suaminya, wajah sang istri semakin terlihat terkejut...




dari kisah diatas jelas bahwa kehidupan yang kita jalani sangat erat kaitanya dengan Persepsi atau Cara Pandang. Persepsi itu akan mempengaruhi pola pikir serta tindakan kita selanjutnya. 


Realitas kehidupan ini terbentuk oleh persepsi kita atau cara pandang kita terhadap segala sesuatu. Apa yang Anda yakini, itulah yang Anda terima. Tetapi seandainya kita mampu mengubahnya (persepsi) menjadi positif, maka segala sesuatu dalam kehidupan ini akan nampak lebih menyenangkan.




orang-orang yang hidupnya cukup sukses di dunia ini senantiasa menjaga persepsi mereka tetap positif. Sehingga sikap dan tindakan mereka juga positif, contohnya tekun berusaha, rendah hati, disiplin, cermat atau berhati-hati dalam segala hal dan lain sebagainya. Disamping itu, mereka mampu melakukan tanggung jawab dengan baik dan menghasilkan karya luar biasa.Persepsi seumpama ‘kaca jendela’ untuk melihat segala sesuatu nampak baik atau buruk. Ketika Anda mampu menjadikan persepsi selalu positif, maka Anda juga mempunyai kekuatan untuk melihat segala hal dengan lebih jernih, penuh optimisme, semangat, kasih sayang dan cinta, dan lain sebagainya, sehingga membantu Anda selalu bersikap positif dan tidak menyerah pada keadaan sesulit apapun untuk meraih sukses dan kebahagiaan. Oleh sebab itu, jika Anda ingin mencapai hasil akhir yang menyenangkan, maka jangan pernah membiarkan ‘kaca jendela’ Anda kotor. 

Senin, 13 Juni 2011

catatan Si Cengeng: Terkadang.., MAAF Saja Belum Cukup . . .

catatan Si Cengeng: Terkadang.., MAAF Saja Belum Cukup . . .: "Suatu waktu ada seorang Ayah memiliki seorang anak perempuan yang 'Keras Kepala'. Di usianya yang menginjak remaja sang Anak sering sek..."

Terkadang.., MAAF Saja Belum Cukup . . .





Suatu waktu ada seorang Ayah memiliki seorang anak perempuan yang "Keras Kepala".
Di usianya yang menginjak remaja sang Anak sering sekali berselisih paham dengan teman-teman ataupun orang terdekatnya bahkan keluarga.


Dihari waktu hari libur si Ayah memasang Papan (dengan warna kesukaan anaknya) didalam kamar si Anak Perempuan, dan menyuruh memaku satu batang paku di papan tersebut setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.


Pada hari pertama si Anak memasang 17 buah paku di papan. Pada minggu - minggu berikutnya ia berusaha menahan diri, dan jumlah paku yang dia pasang dipapan berkurang dari hari kehari. Akhirnya dia memiliki pikiran bahwa menahan diri terassa lebih mudah dari pada menancapkan paku di papan kamarnya.


Suatu hari tiba disaat ia tidak perlu memassang paku di Papan kamarnya. Dia pun bergembira dan langsung memberitahu Ayahnya mengenai hal tersebut. Akhirnya sang Ayah menyuruh Anak Perempuannya untuk mencabut satu paku ketika dalam sehari ia berhasil menahan diri dan bersabar.


Hari-hari berlalu sampai pada saat sudah tidak ada lagi paku yang terpasang di papan Sang Anak Perempuan. sang Anak bergembira dan berbicara pada Ayahnya bahwa semua paku dalam papan sudah tercabut. sang Ayahpun langsung menuju ke kamar Anaknya untuk melihat papan tersebut. sang Ayahpun berucap :


"Anakku kamu sekarang sudah berperilaku baik, namun cobalah lihat, ada berapa lubang yang membekas di papan"


"Papan ini tidak akan kembali seperti semula, artinya kalau kamu berselisih paham atau menyakiti orang lain, hal itu semua menimbulkan bekas dan luka seperti pada papan tersebut"


"mungkin kamu bisa menancapkan pisau ke punggung seseorang kemusian mencabutnya, tetapi tetap saja akan meninggalkan luka"


"tak perduli berapa kali kamu meminta maaf/ menyesal, namun lukanya akan tetap tertinggal"


mendengar apa yang dikatakan Ayahnya sang anak menangis dan memeluk sang Ayah.




berdasarkan tulisan diatas mungkin kita bisa berupaya lebih peka untuk membaca situasi bagaimana bersikap dengan teman - teman kita, sahabat, serta keluarga kita. hal tersebut bertujuan agar tidak ada orang yang terluka akibat dari perilaku diri kita. Biasakan untuk berpikir terlebih dulu sebelum merespon suatu hal...,


karena maaf yang kita ucapkan mungkin bisa diterima oleh orang yang kita sakiti....., namun luka pada orang yang kita sakiti tersebut akan tetap ada....